Kritik Deskriptif
Gambar 01. Sumber : Nusantaratv.com
Gambar 02. Sumber : disparbud.jabarprov.go.id
Gambar 02. Sumber : disparbud.jabarprov.go.id
Gambar 03. Sumber : suwandichandra.com
Kritik arsitektur deskriptif bersifat tidak menilai,
tidak menafsirkan, tapi semata-mata membantu orang melihat apa yang
sesungguhnya ada. Kritik ini mencirikan fakta-fakta yang menyangkut sesuatu
lingkungan tertentu. Dibanding metode kritik lain kritik deskriptif tampak
lebih nyata (factual), dalam hal ini menyangkut segi arsitektur.
Kritik deskriptif ada 3 metode yaitu,
·
Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
·
Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
·
Contextual Criticism ( Persitiwa)
Dari 3 metode yang tertulis diatas, penulis menggunakan
metode depictive/depiktif
Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk
kritik karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah
bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini
menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana. Dengan melalui
perhatian yang jeli terhadap aspek tertentu bangunan dan menceritakan apa yang
telah dilihat dan kritik depiktif tidak butuh pernyataan betul atau salah.
Gambar 01. Sumber : Nusantaratv.com
Bangunan : Istana Bogor
Tahun : 1744
Dibangun ulang : 1850
Sejarah Singkat
Istana Bogor berada di kota Bogor yang dahulu
bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran".
Dibangun pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff karena
beliau terkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru),
sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van
Imhoff mempunyai rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian
dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
Desain awal Istana Bogor berbentuk tingkat
tiga, yang merupakan sebuah rumah peristirahatan, ia sendiri yang membuat
sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim
Palace, dekat kota Oxford di Inggris. Berangsur angsur, seiring dengan waktu
perubahan-perubahan kepada bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur
Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford
Raffles), sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi
bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas
bangunan 14.892 m².
Namun, musibah datang pada tanggal 10
Oktober 1834 gempa bumi mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak sehingga
istana tersebut rusak berat. Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali,
tetapi tidak bertingkat lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang
sering gempa itu.
Gambar 02. Sumber : disparbud.jabarprov.go.id
Istana Bogor dilihat kenampakannya dari
kejauhan merupakan bangunan simetris. Memiliki bangunan inti terletak di tengah
dan 2 bangunan sayap kiri dan kanan pada bangunan inti.
Gambar 02. Sumber : disparbud.jabarprov.go.id
Bangunan tengah/induk berfungsi untuk
menyelenggarakan acara kenegaraan resmi, pertemuan, dan upacara yang
menghubungkan teras depan dan belakang istana. Teras depan terdapat 6 pilar
ornamen iconic masa yunani yang tinggi untuk menahan atap dan menggambarkan
kesan agung serta megahnya istana. Pada teras juga terdapat tangga sebagai
akses masuk dan juga merupakan ciri khas bangunan istana lebih tinggi dari
daerah sekitarnya.
Gambar 03. Sumber : suwandichandra.com
Interior bangunan induk terkesan megah
dengan pilar-pilar yang mengelilingi ruangan pertemuan menyangga atap dengan
ornamen memberi kesan indah. Terdapat jendela dan pintu besar disekeliling
ruangan sebagai pencahayaan alami pada bangunan.
Bangunan sayap yang berada di bagian
sebelah kiri dan kanan digunakan sebagai ruang tidur. Sedangkan fasilitas
lainnya dibuat bagunan sendiri secara terpisah. Sayap kiri bangunan yang
memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu tamu negara asing. Sayap kanan bangunan dengan empat
kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala negara yang datang berkunjung.
Berikut merupakan ruang-ruang lain yang terdapat di istana bogor :
·
Pada tahun 1964 dibangun khusus bangunan
yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini sebagai ruang peristirahatan presiden
dan keluarganya, bangunan ini termasuk lima paviliun terpisah.
·
Kantor pribadi Kepala Negara
·
Perpustakaan yang dilengkapi dengan buku
·
Ruang makan
·
Ruang sidang menteri-menteri dan ruang
pemutaran film
·
Ruang Garuda sebagai tempat upacara resmi
·
Ruang teratai sebagai sayap tempat
penerimaan tamu-tamu Negara.
·
Kaca Seribu
Keseluruhan bangunan istana didominasi
warna putih luar maupun dalam bangunan. Berlantai marmer putih, daun pintu dan
jendela juga dengan warna senada.
Sumber :
William Demaschrista Liejaya
2C314239 / 4TB06
Comments
Post a Comment