KEBUDAYAAN
Hai pembaca, perkenalkan nama saya William Demaschrista Liejaya. Kali ini saya ingin membahas asal usul mulai dari kakek, orang tua sampai saya sekarang ini dan kebudayaan apa yang saya lakukan selama ini. Langsung saja kita lihat bagaimana rumitnya kebudayaan saya.
Cerita dimulai dari asal usul keluarga mama saya. menurut cerita turun temurun, kakek mama (gongtai) dibaca kungtai berasal dari daratan Tiongkok tepatnya daerah Hunan merupakan seorang tentara yang bersuku "Ke" suku dicina. karena sesuatu yang tidak diketahui pasti kakek mama merantau mulai dari Asia Timur lalu ke Asia Tenggara dan berhentilah di pulau Belitung. Di Belitung Kakeknya mama menikah dengan neneknya mama (botai) dibaca potai yang merupakan orang belitung keturunan Cina. Mereka punya 17 anak, Waw!! ya 17 anak, iya banyak anak memang tren pada zaman dulu, mungkin karna pada masa itu pepatah mengatakan bahwa banyak anak banyak rezeki masih berlaku, beda dengan masa sekarang tentunya. Salah satu dari anak mereka yaitu, papanya mama saya yang biasa saya sebut (gong gong) dibaca kungkung. Papanya mama besar dibelitung, saat remaja merantau ke singapura, malaysia, jakarta dan berhenti dan menetap dibogor, bertemu lalu menikah dengan mamanya mama saya (bobo) dibaca popo. Mereka punya 8 anak dan anak ketiganya adalah mama saya.
Kakeknya papa (gongco) dibaca kongco merupakan orang cina keturunan berasal dari tangerang dan biasa disebut Cina Benteng dengan suku "Hokian", tapi besar di Bogor. Kakeknya papa dulunya Tuan Tanah didaerah tempat tinggal saya sekarang ini yaitu daerah perumahan taman cimanggu sampai taman yasmin bogor. Tanah yang berhektar - hektar, mungkin sedikit lebih kecil luas kebun raya bogor "mungkin" itu tanah keluarga. Tidak bisa dipungkiri orang cina memang demen "main". Kakeknya papa dulu ceritanya suka main judi, main perempuan, mabuk dan tanah berhektar - hektar habis untuk itu semua. Dalam hal ini kita bisa mengambil pelajaran, judi dll membuahkan kerugian yang luar biasa intinya jangan judi, dll itu. Selanjutnya kakeknya papa nikah sama orang sunda dan punya anak 11 orang. 11 orang anaknya nikah sama macam - macam suku, ras. Dari 11 anak salah satunya papanya papa saya (engkong). Papanya papa saya nikah sama mamanya papa saya (ema) yang merupakan orang cina keturunan berasal dari bekasi punya 8 anak, papa saya anak ke 2.
Keluarga Papa dan mama saya menganut agama khonghucu. walaupun diKTP masih tertulis Buddha karna pada zaman Soeharto agama dan budaya cina dibatasi. Budaya orang keturunan cina memang turun - temurun dari budaya cina. Seperti sembahyang pakai "Hio" dupa bentuk lidi. dirumah ada tempat abu keluarga yang telah meninggal. Perayaan ada Imlek, Cap Go Meh, Cengbeng (bersih2 dan sembahyang dikuburan), sembahyang bacang, dll.
Papa dan mama saya menikah. pada saat menikah masih dengan tata cara khonghucu, namun karna ada panggilan iman lalu pindah agama menjadi Katolik sampai saat ini. Papa, mama saya punya 2 anak, pertama kakak perempuan saya dan saya sendiri. Dalam hal budaya tidak ada masalah, saya dan keluarga masih ikut bantu sembahyang kakek dan nenek saya yang khonghucu, kalau imlek masih ikut keliling berdoa dimeja abu mendoakan sanak saudara yang telah berpulang, tentunya pakai cara katolik tidak pakai dupa. Lalu masih minta angpao. Masih ikut cap go meh dan tradisi-tradisi orang cina lainnya, karna agama masih membolehkan menjalankan tradisi tapi ada batasan tertentu serta menjalankan tradisi katolik juga tentunya.
Mungkin ada yang bertanya - tanya banyak sebutan aneh dan ga lazim pada cerita diatas, seperti gongtai, bobo, gonggong, dll. Sebutan aneh itu sebenarnya merupakan nama panggilan. kalau dijawa ada sebutan Bude, Pakde, Mas, Mbak nah sama seperti itu. Sebutan itu merupakan bahasa dari suku "Ke" dan "Hokian". kedua suku tersebut adalah suku pendatang dari Tiongkok yg memang dominan di Indonesia. Sebutannya berbeda,
- misal, saya manggil kakak perempuan dari keluarga mama ( Tua'i)
- saya manggil kakak atau adik laki - laki dari keluarga mama (akiw)
- saya manggil adik perempuan mama ( i'i )
- saya manggil kakak perempuan papa (tua'koh)
- saya manggil adik laki-laki papa (encek)
- saya manggil adik perempuan papa (o'o)
- dan masih banyak lagi.
saking banyaknya panggilan, ketika keluarga besar datang saat ada hari besar kadang saya suka bingung dan nanya ke kakak saya atau ke orang tua saya "kalau itu dipanggilnya siapa?, kalau yg disana manggilnya apa?" kadang kalau berpapasan dijalan paling senyum karna gak tahu sebutannya, kalau sebut tante, om, ibu bapak kan malu dan gak enak.
Sedikit membahas tentang budaya Tionghoa. Orang tionghoa masih memegang budaya menurunkan marga ke anak cucunya. Marga tersebut sesuai sukunya. Orang tionghoa menurunkan marga atau suku dengan cara Patrilinear yaitu bapak/ laki - laki lah yang menurunkan marga atau suku ke anaknya. Seperti saya yang mendapat suku "Hokian" dan Marga "Lie" dari papa saya, papa saya dapat dari kakek saya dan seterusnya, saya juga akan meneruskan marga dan suku saya ke anak saya nanti.
Saya dan keluarga berlabel dari muka dan warna kulit sudah terlihat bahwa orang tionghoa atau keturunan cina, namun anehnya keluarga tidak ada yang bisa berbahasa mandarin, kecuali saya yang pernah belajar bahasa mandarin itupun sedikit. Dalam keseharian biasa menggunakan bahasa indonesia dan bahasa sunda, karna saya dan keluarga tinggal dibogor yang sundanya masih sangat kental jadi bahasa sunda merupakan bahasa kedua kami.
Menarik kesimpulan dari postingan kali ini. saya dan keluarga memang orang keturunan cina. kami memiliki keburukan semisal pelit, kalau nawar harga barang kelewat batas,dll tapi kami juga punya kelebihan pada fisik yang putih, ahli berniaga dan tradisi yang bukan hanya kami yang beretnis tionghoa yang bisa menikmati, orang beretnis lain pun bisa menikmati keunikannya. Kami pun bukan pendatang baru di tanah air ini. pendahulu kami pun ikut berjuang merebut kemerdekaan yang bisa kita rasakan bersama buahnya pada saat ini. Kita memang berbeda etnis namun kita satu tujuan untuk hidup sejahtera disini, memajukan negara ini dan kami bukan orang asing namun kami orang indonesia kamipun bangga dengan hal itu.
Comments
Post a Comment