Hukum dan Pranata Pembangunan TUGAS 6

TUGAS 6
TEMA : RUMAH SEDERHANA, RUSUNAWA DAN RUSUNAMI UNTUK KALANGAN MENENGAH KEBAWAH









RUSUNAWA UNTUK RAKYAT KECIL HIDUP LEBIH LAYAK
Memiliki istana kecil bagi keluarga dengan penghasilan yang minim di kota besar merupakan impian besar yang sangat sulit dibayangkan menjadi kenyataan. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki kewajiban menjamin hajat hidup orang banyak tentunya diharuskan menyediakan tempat yang layak bagi rakyat yang bertempat tinggal kurang layak. Dengan program – program seperti rumah rakyat, kampong deret, rumah susun yang sedang digalakan akhir – akhir ini mungkin bisa menjadi angin segar bagi rakyat menengah kebawah untuk memiliki rumah layak huni.

LANDASAN DAN TUJUAN RUMAH SUSUN
Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.

Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat.

Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP (Pasal 11 ayat 1 dan 2)
Untuk melengkapi penjelasan diatas berikut adalah kutipan berita tentang rusunawa di DKI Jakarta,

"Rusunawa untuk Hidup Lebih Layak"

07 Oktober 2014
PENATAAN permukiman terutama relokasi penghuni permukiman liar ke rumah susun sederhana sewa dinilai oleh warga Ibu Kota sebagai langkah tepat. Dengan program ini, masyarakat mendapat hunian yang lebih layak. Lahan bekas permukiman liar pun dapat kembali berfungsi sesuai peruntukan. Dari sisi visual, perkotaan pun menjadi lebih rapi dan nyaman.
Dua tahun terakhir ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta gencar melakukan penataan. Selain untuk normalisasi sungai dan waduk, penertiban ini bertujuan agar Jakarta bersih dari kawasan kumuh. Upaya penataan hunian liar di pinggir waduk, seperti di Waduk Pluit dan Ria Rio, telah dilakukan 2013.
Tahun ini, pinggir sungai mendapat giliran. Pembenahan sudah dilakukan di kawasan sepanjang Kanal Barat dan Tanah Abang, Jakarta Pusat; Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; Jatinegara, Jakarta Timur; Teluk Gong, Jakarta Utara; dan Tambora, Jakarta Barat. Dengan kerja sama antara Pemprov DKI dan PT KAI, penertiban juga dilakukan di pinggir rel.
Hasilnya, kawasan Bongkaran dekat Kanal Barat dan di Kemayoran, Jakarta Pusat, sampai daerah Sunter, Jakarta Utara, telah dirapikan.
Rangkaian upaya Pemprov DKI tak sia-sia. Warga Jakarta, lewat jajak pendapat Litbang Kompas yang diselenggarakan pertengahan Agustus lalu, menunjukkan apresiasi tinggi terhadap pembenahan permukiman liar. Hampir 80 persen responden menyatakan puas
dengan upaya penertiban permukiman liar yang telah dilakukan.
Dengan penataan ini, area kota yang kumuh berkurang dan lebih enak dipandang. Langkah ini penting agar potensi masalah urban bisa diminimalkan. Lahan bekas permukiman liar bisa difungsikan kembali sesuai peruntukkannya.
Pemprov DKI harus cepat mengembalikan lahan bekas permukiman liar ke fungsi
semula sebagai bantaran sungai dan waduk, misalnya. Jika tidak, penghuni liar bisa kembali
dan tinggal di atas tanah tersebut.
Seperti yang terjadi di awal Agustus 2014 lalu, ketika pemerintah telah membongkar hunian liar di sekitar stasiun Tanah Abang, beberapa hari kemudian, penghuni yang terusir berusaha kembali lagi.
Rusunawa
Selain dukungan terhadap penertiban, tanggapan positif juga muncul terhadap program relokasi penduduk ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Sembilan dari 10 responden setuju jika korban penertiban pindah ke tempat yang disediakan, terutama rusunawa. Pemindahan ini bisa diartikan kembalinya hak warga untuk mendapatkan hunian yang pantas. Apalagi, berdasarkan pengalaman masa lalu, menggusur hunian liar tanpa memberikan alternatif tempat baru tidak efektif. Orang-
orang yang tak kunjung mendapat tempat tinggal baru akan pindah ke lokasi terlarang lain atau bahkan kembali lagi ke tempat semula.
Tak semua yang ditertibkan bisa tinggal di rusunawa. Diperlukan syarat administratif seperti kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga yang menunjukkan status sebagai warga DKI Jakarta atau surat keterangan dari kelurahan setempat. Rumah susun jenis ini ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang berstatus sebagai penyewa.
Sejumlah pemindahan telah dilakukan, antara lain relokasi penghuni bantaran Waduk Pluit yang dipindah ke Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Penduduk di sekitar Waduk Ria Rio juga telah dipindah ke Rusunawa Komarudin, Jakarta Timur.
Sayangnya, rusunawa yang sudah ada belum mencukupi. Tidak mengherankan jika 80 persen peserta jajak pendapat pun sependapat, rusunawa harus diperbanyak.
Gubernur DKI Joko Widodo menyebutkan, dibutuhkan 1.100 menara rusun untuk merelokasi satu juta lebih warga DKI. Namun, penambahan suplai rusunawa memerlukan waktu dan biaya yang tak sedikit. Biaya pembebasan lahan mencapai Rp 16 miliar-Rp 37 miliar untuk setiap lokasi rusunawa. Kemudian biaya pembangunan
gedungnya Rp 300 juta–Rp 190 miliar.
Terakhir untuk penyelesaian dokumen lingkungan biayanya mencapai ratusan juta Rupiah (Kontan, 6/2/2014). Sementara untuk pembangunan rusunawa diperkirakan memakan waktu lima hingga enam bulan karena menggunakan beton pracetak.
Rusunawa yang sekarang sudah selesai dibangun pun ternyata belum semua siap dihuni. Ketidaksiapan infrastruktur dan fasilitas penunjang menjadi kendala utama.
Rusunawa Daan Mogot, Jakarta Barat, misalnya. Baru dua blok di rusunawa itu yang bisa dihuni. Sekitar 4.000 unit rusun di delapan lokasi sedang dibangun dan baru bisa ditempati pada awal 2015.
Sejak tahun lalu, Pemprov DKI berusaha mengatasi kekurangan unit hunian vertikal sewa ini dengan menagih kewajiban sejumlah perusahaan properti. Para pengusaha properti memiliki kewajiban membangun rusun sebanyak 20 persen dari total proyeknya. Rusun yang dibangun dari utang para pengembang mencapai 685 blok atau sekitar 68.500 unit. Sayangnya, upaya ini tampaknya belum berhasil.
Selain kendala pembangunan fisik, pengelolaan rusunawa masih butuh banyak perbaikan. Kinerja Dinas Perumahan yang mengelola rusunawa terus disorot.
Salah satunya, praktik alih sewa yang cukup sulit diberantas. Alih sewa ini sudah dilarang Pemprov DKI.
Pemprov DKI pun meminta warga ikut mengawasi praktik alih sewa ini. Warga yang menempati rusun dianjurkan mengganti KTP sesuai alamat rusun yang disewa. Pidana penjara dan pengusiran paksa penghuni satu lantai menjadi ancaman lain bagi pelaku.
Pada awal tahun ini pemerintah telah mengosongkan 106 unit dari tiga rusunawa terkait praktik alih sewa. Dinas Perumahan juga telah melaporkan adanya alih sewa unit rusun secara ilegal di Rusunawa Pinus Elok, Februari 2014.
Namun, pelanggaran terus terjadi. Sejumlah penghuni Rusunawa Marunda menyebutkan, beberapa tetangganya telah berganti setahun terakhir. Mereka diduga membeli atau mengalih sewa dari penghuni sebelumnya secara ilegal dengan melibatkan petugas atau anggota staf pengelola. (Kompas, 6/9/2014).
Tantangan lainnya adalah menyiapkan secara lengkap fasilitas pendukung, termasuk transportasi, agar bekas penghuni liar betah.
Selain itu, perlu dipertimbangkan adanya program pemberdayaan penghuni agar mereka bisa mandiri secara ekonomi.
Ke depan harus disiapkan mekanisme proses relokasi yang lebih terencana. Sebelum menertibkan hunian liar, diperlukan pendataan yang akurat mengenai jumlah warga yang akan dipindah. Rusunawa yang akan dihuni pun harus disiapkan dengan baik. Semakin banyak pemukim liar yang direlokasi, hidup mereka semakin layak dan metropolitan ini pun kian rapi.
(Litbang Kompas/Susanti AS dan M Puteri Rosalina)

Sumber: Kompas | 07 Oktober 2014

TANGGAPAN
Dengan bertambahnya arus urbanisasi dan tentunya setiap tahun jumlah populasi manusia disuatu kota terus bertambah, seiring bertambahnya jumlah manusia lahan kosong untuk membangun hunian pun semakin sempit, itulah yang menjadi permasalahan hunian dikota kian hari kian selangit harganya.

Sebelumnya telat diuraikan diatas bahwa pemerintah merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat kurang mampu. Kalimat tersebut didukung dengan adanya undang – undang no.16 tahun 1985 yang menerangkan bahwa untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang kurang mampu pemerintah diminta membangun hunian rakyat berupa rumah susun dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat menengah kebawah.

Rumah susun merupakan hunian vertical yang dapat menampung banyak rumah tangga dilahan yang relative sempit. Dengan permasalahan yang ada mungkin rumah susun atau yang sering disingkat rusun adalah solusi jangka panjang yang baik bagi masyarakat miskin diperkotaan.

Kutipan berita diatas membahas tentang kota Jakarta yang penuh pemukiman kumuh dipinggir sungai, dikolong jembatan, diarea terbuka hijau, pinggir rel kereta api, dll. Pemukiman kumuh tersebut dihuni masyarakat yang tentunya kurang mampu dalam ekonomi. Dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta ingin memindahkan mereka ke tempat yang lebih layak dan tentunya legal ditempati. Hal tersebut merupakan langkah baik, Karena dirusun masyarakat akan mendapatkan hunian yang lebih bersih, aman, nyaman dan tempat yang dulunya pemukiman kumuh akan kembali ke fungsi yang semestinya.

Berita tentang relokasi warga ke rusun memang bukan kabar baru, malah sudah lama ada dan tetap menjadi persoalan sampai saat ini. Persoalan yang ada menyangkut adanya yang meminta ganti rugi rumah lama, mata pencaharian yang hilang/menjadi jauh, harus bayar sewa rusun, dll. Sebenarnya langkah pemerintah sangat baik dan tidak ingin rakyat sengsara Karena programnya, namun perlu diingat lagi masyarakat disana sudah menetap puluhan tahun dilokasi tersebut dan interaksi social masyarakat sudah sangat kuat disana. Berpindah ketempat yang baru bukan hal yang mudah Karena ini bukan memindahkan barang tapi ini perihal memindahkan hajat hidup orang dari kampungnya ke tempat yang bukan mereka pilih sendiri, tentunya mereka meninggalkan semua kehidupan ditempat yang lama, memulai dari nol.

Pemerintah haruslah menjadi sarana bagi masyarakat yang direlokasi tersebut untuk bisa beradaptasi dengan kehidupan barunya dirumah susun. Menyediakan fasilitas yang memudahkan masyarakat dirusun atau rusun letaknya tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal yang lama dsb. Yang berperan bukan hanya pemerintah dan masyarakat hanya merengek meminta terus menerus. Masyarakat pun harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan menerima relokasi, Karena secara peraturan yang ada mereka sudah salah dengan bertempat tinggal ditanah yang bukan semestinya mereka tempati sampai – sampai bisa tercipta kampong dengan rumah - rumah permanen diatas tanah illegal.


Semua harus berperan, Pemerintah harus adil dan melayani warganya begitupun masyarakat harus menerima Karena itu untuk kebaikan mereka kedepan. Mewujudkan Kota yang layak tidak bisa terjadi hanya semalam, semua butuh proses dan proses itu perlu dihormati.

Comments